Saat sebuah percakapan dibuka
Bercanda
Saat kau masih di sana
Kotamu luka
Luka saat aku merindukanmu
Kotamu luka
Luka saat aku mengingatnya
Kotamu di sana
Di sana kotamu
Rindu
Aku merindukanmu
Sebesar kau merindukan kotamu
Borneo
Tempat yang akan kau tuju
Kutunggu di Pintu Langit (hal. 40)
Tanpa sadar, membaca puisi ini langsung saja menarik ingatan saya kembali ke masa beberapa tahun yang lalu saat saya menjejakkan kaki saya di sebuah kota yang tidak kalah indah dengan Borneo. Kota yang meninggalkan seberkas luka dalam ingatan, juga membuat saya sulit untuk menghilangkan kesan suram dan gelap setiap kali saya mengingatnya. Tanpa sadar, hanya senyum getir saja yang dapat saya suguhkan.
Kesan ini juga yang saya tangkap dalam tiap puisi, cerita pendek maupun foto juga lukisan dalam buku ini. Entah apa yang membuat Ericka mampu menceritakan sesuatu yang suram dan penuh dengan kehilangan dalam tiap ceritanya mengingat umurnya yang masih sangat muda ketika membuat buku ini. Namun selain kesan suram, saya berhasil menemukan berbagai binar kesetiaan dalam tiap cerita. Kesetiaan pada sahabat, suami, keluarga juga kesetiaan pada penantian menuju kematian. Ah Ericka, cobalah untuk sedikit memberi cahaya bahagia dalam tiap kalimatmu. Mungkin sayapun akan dapat tersenyum tanpa getir saat membacanya..
cari bersama itu saat tanganmu memegang erat tanganku
cari bersama itu saat matamu menembus bola mataku
dan cari bersama itu saat ceritamu bertukar dengan ceritaku... (hal. 23)
cari bersama itu saat matamu menembus bola mataku
dan cari bersama itu saat ceritamu bertukar dengan ceritaku... (hal. 23)
maka kuharap kamupun dapat terus bersamaku...
No comments:
Post a Comment