Buku ini jadi buku baca bareng di bulan April. Secara bukunya juga udah nangkring di kosan dari kapan tau, maka sayapun bersemangat sekali untuk memulai membaca buku ini. Apalagi katanya buku ini bagus bukan main, mengiris hati dan membuat nangis-nangis.
Dan mulailah saya, menyusuri halaman per halaman, berusaha meresapi apa yang dialami oleh Mariam, seorang anak haram atau disebut harami di buku ini. Entah kenapa, dalam hidup Mariam, saya sangat jarang menemukan kebahagiaan ataupun senyum. Apalagi semenjak dia kehilangan kandungannya, Rasheed menjadi semakin tidak terkontrol. Saya bahkan merasakan keengganan dari setitik bahagia untuk menyentuh hidup Mariam. Berbagai macam cobaan dan penderitaan ada di dalam hidup Mariam.
Tiba saatnya hidup Laila yang bercerita. Cinta pertama, ciuman pertama hingga perpisahannya yang pertama dengan Tariq membuat hidupnya menjadi bermakna. Apa daya, perang merenggut kebahagiaannya, keluarganya, juga kebebasannya.
Membaca buku ini, membuat saya bertanya-tanya, kenapa Mariam? Kenapa harus dia? Kenapa bukan Laila? Kenapa Mariam yang sudah dari kecil menderita, Mariam yang terpaksa harus menikah dengan Rasheed yang bahkan belum pernah dikenalnya, Mariam yang tidak pernah mengenal dunia lain selain rumah, toko Rasheed, rengkuhan Rasheed juga lebam-lebam di tubuhnya.
Apa karena Mariam pernah meninggalkan rumah untuk menemui ayah kandungnya? Apa karena Mariam telah membiarkan ibunya bunuh diri ketika ia ketiduran di depan rumah ayahnya hingga pagi? Apa karena Mariam hanya bisa diam ketika dijodohkan? Sulit rasanya memahami bagaimana cara hidup mengatur nasib seseorang. Saya tidak tau apa yang nantinya akan didapat di akhirat oleh seorang Laila ataupun Mariam. Toh saya tidak membaca ceritanya. Ya kan? Makanya yang saya permasalahkan adalah apa yang Mariam dan Laila dapatkan di dunia ini. Sekali lagi, saya tidak mengerti. Sangat.
Saya beri buku ini 4*. 1* untuk ceritanya, 1* untuk pengarangnya, dan 2* untuk Mariam.. :)
Kuningan, April 2011
No comments:
Post a Comment