|
Meja Tercinta |
2 hari belakangan ini, saya mulai berkemas. Dalam arti kata, mulai membawa pulang buku-buku bacaan saya dari kantor ke kosan. Mulai menata file-file cantik di kantor, dan membuat berbagai macam recap-an kerjaan. Ya, dalam beberapa hari lagi, saya berencana akan pindah kerja.
Pagi ini, saya mulai menata email kantor saya. Saya mulai menghapus email-email pribadi yang menggunakan alamat email kantor. Dan mendadak, ingatan saya memaksa saya untuk mundur dan mengingat masa dimana saya masih menjadi anak baru di kantor saya yang sekarang.
4 tahun yang lalu, saya sudah merasa bingung bukan main jika mendapat email yang jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. Bukan bingung karena saya tidak mengoperasikan komputer, tapi bingung menjawab email tersebut. Takut-takut saya membalasnya, memeriksanya sekitar 20 kali, baru dikirim dengan mengucap Bismillah terlebih dahulu.
Bandingkan dengan keadaan saya sekarang. Setiap harinya, ada sekitar 400-500 email yang masuk ke inbox. Setelah membacanya, saya sudah dapat dengan mudah menjawab email tersebut dan tanpa memeriksanya lagi, langsung saya kirim.
Saya tersenyum. Ah, saya sudah jauh berkembang rupanya.
Siangnya, bos cowok saya memanggil. Semua teman saya memanggilnya Mr.Sumal, tapi saya memanggilnya Pak Sumal. Dia adalah bos tempat saya mengadu ketika saya sedang ada masalah dalam pekerjaan. Sayapun menghampiri dan duduk di sebelahnya.
"Ya, Pak?"
"Do you remember, your first lesson from me? About being a merchandiser?"
"Yes, Pak. Saya ingat."
"Can you repeat it for me?"
"Sure. Being a merchandise is not easy. You need to have 4 important things. Commitment, discipline, details and capability of follow-up."
"Good girl. ......"
Percakapan selanjutnya berujung pada ketidakrelaan bos saya ini melepas saya.
"Kamu ingat, 4 tahun yang lalu, pertama kali kamu saya panggil untuk diskusi? I remember, your hand is trembling. Do you remember?"
"Hehehe, iya Pak. Inget bangeeeeet.. "
"Now, look at you. Sitting next to me as a partner, and shout at me when I made a mistake on number."
"Hahahaha, sorry ya Pak. No hard feeling deh.."
"Kamu sudah menjadi merchandiser yang hebat. Saya bangga."
"Terima kasih, Pak.."
"Tapi saya, I'm disappointed with myself. Saya tidak bisa memberikan yang terbaik buat kamu, so that you decided to go from here."
......
Saya memang cengeng, mendengar dia berkata seperti itu, membuat saya sedih. Sangat sedih. Perjalanan saya selama di kantor ini, tidak mudah. Banyak yang sudah saya korbankan di dalamnya. Air mata, darah, sakit, amarah, energi, waktu, pikiran, semuanya tidak dalam ukuran yang wajar. Bukan sekali dua kali saya menangis karena kesal dan hampir tidak tahan. dengan tekanan yang diberikan. Tidak terhitung lagi sakit yang sudah mampir, mulai dari sakit kecil macam demam sampai ke typhus. Belum lagi waktu yang saya habiskan di kantor setiap harinya, jelas bukan jam kerja yang wajar.
Anehnya, semua sakit, sedih, amarah dan semua rasa yang campur aduk tersebut akan hilang dan berganti dengan senang ketika semua produk sudah jadi. Terobati begitu saja, tanpa bekas. Dan beberapa waktu kemudian, saya justru akan menertawakan kebodohan-kebodohan saya dalam mengambil keputusan hingga akhirnya saya bisa termakan amarah dan rasa lainnya.
Ya, saya mencintai pekerjaan saya. Menjadi seorang Merchandiser. Saya akui, perusahaan saya kurang menghargai karyawannya, termasuk saya. Tapi itu semua diluar dari jenis pekerjaan saya. Sejak tahun pertama saya bekerja, saya sudah jatuh cinta dengan pekerjaan saya ini. Tidak banyak orang yang bisa mencintai pekerjaannya. Dan saya, bersyukur akan hal ini.
Ya, saya telah banyak berkembang. Menjadi yang termuda dalam team inti, duduk berdiskusi dengan orang yang tadinya adalah atasan saya, memiliki beberapa orang yang selalu membantu saya, semakin membuat saya sadar, saya sudah sangat jauh melangkah dari titik awal saya di bidang ini.
Pada titik ini, dimana saya memutuskan untuk pindah, bukan berarti saya berhenti mencintai pekerjaan saya sebagai seorang Merchandiser. Tapi saya merasa, ini memang waktu yang tepat untuk mencoba jenis pekerjaan yang lain. Yang belum saya kuasai, yang mungkin akan bisa membuat saya jatuh cinta lagi.
Semakin lama, saya semakin mengenal "ruang bermain" saya ketika menjadi seorang Merchandiser. Dan semakin hari, saya semakin menguasainya. Semakin saya menguasainya, maka semakin besar cinta saya pada pekerjaan ini.
And too much love, will kill me. Right?
*beres-beres meja lagi*